Tulisan sederhana ini saya persembahkan untuk saudara Ki Riki Andi Saputro sebagai balasan atas ulasan tentang Kumbokarno yang d*mngood tempo hari dan untuk setiap manusia yang ingin menambahkan sedikit lagi pengetahuannya akan wayang beserta segala nilai luhur yang melekat erat-kelat dalam kisah pewayangan tersebut sebagai suatu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan karena walaupun cerita pada dasarnya hanyalah bungkus atau jasmani dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya adalah rohani, dalam alam manusia keduanya saling melengkapi dan membutuhkan.
Sebenarnya saya merasa kurang kompeten untuk membahas soal wayang, tapi jika saya tidak berani mencoba kapan saya akan mengetahui saya ini kompeten atau tidak. Tidak ada salahnya mencoba, toh gak mbayar ini. Namun, ibarat ucapan bayi yang baru belajar berbicara, tulisan ini hanyalah coretan dari orang awam yang mabuk dalam keawamannya. Cerita demi cerita yang akan disampaikan dalam tulisan ini tidak lebih dari sebuah usaha kecil saya untuk menampilkan kembali segala warta dan kisah pewayangan yang pernah mampir dalam kepala saya yang kecil ini.
Well, agak sulit untuk membicarakan Sukrasana seorang sebagai sebuah individu terpisah tanpa merangkul kisah Sumantri di dalamnya, karena seperti halnya jalan cerita dengan nilai yang menyatu di dalamnya, Sukrasana dan Sumantri pada dasarnya adalah dua makhluk yang satu dan menyatu. Jika salah satu dari keduanya menolak kehadiran yang lain, itu sama saja dengan menolak keeksistensian dirinya sendiri di alam dunia.
Bambang Sukrasana adalah adik Bambang Sumantri yang tercipta dari ari-ari Sumantri yang dipuja oleh Resi Suwandagni. Dalam kondisi normal, ketika berada dalam alam kandungan, bayi tidak dapat hidup tanpa adanya ari-ari. Ari-arilah yang menyalurkan makanan dari tubuh sang ibu ke dalam tubuh bayi sehingga bayi suci tersebut dapat berkembang sebelum nantinya dilahirkan ke alam dunia yang riuh dengan segala angkara murka. Begitu pun sebaliknya, apalah artinya ari-ari tanpa bayi? Ari-ari menjadi kesepian dan hilang guna, seperti nowhere man in the nowhere land atau ambil saja perbandingan yang sederhana: serupa korek api tanpa adanya rokok yang bisa disulut. Sepi dan hampa rasanya hidup. Oleh karena itu jika Sumantri tidak berada di dekatnya, Sukrasana akan resah dan kebingungan mencari-cari kakaknya yang sangat disayanginya itu ke segala penjuru mata angin sampai ketemu.
Jika Kumbokorno muncul sebagai perlambang c*nt* manusia kepada negaranya, hingga rela mati demi tanah dan airnya, Sukrasana muncul sebagai perlambang c*nt* manusia kepada saudaranya hingga rela mati di tangan saudara yang sangat disayanginya.
Apa yang menjadi pekerti Sukrasana itu termasuk laku terpuji dan patut ditiru. Ikatan batin dengan saudara, entah itu saudara sedarah atau bukan harus tetap dibina, karena manusia adalah makhluk yang pada dasarnya mahkluk yang selalu terpenjara dalam telaga kesepian. Kesepian tidak hanya timbul dari tidak adanya orang lain yang menyayangi, tetapi juga bila tiada orang yang dapat menjadi tempat untuk mencurahkan segala kasih dan sayang yang manusia punya.
Sukrasana sedari kecil sudah memiliki rupa dan perawakan raksasa. Sekujur tubuhnya sesak dengan segala cacat dan keburukan. Sebut sajalah seratus jenis penyakit kulit yang Anda ketahui, pasti penyakit tersebut ada pada tubuh Sukrasana. Oleh karena cacatnya itu, bayi Sukrasana dibuang ke hutan tempat segala jin, setan, dan binatang buas bersemayam dengan harapan agar bayi tersebut dimakan oleh para penghuni hutan tersebut. Namun, seperti halnya Gatotkaca yang dimasukkan ke dalam kawah Candradimuka, Sukrasana ternyata tidak mati malahan menjadi sakti mandraguna, hanya saja tubuhnya tetap saja kecil, tidak menjadi tegap seperti kakaknya Sumantri.
Karena Sukrasana dianggap lulus dalam tapa brata yang dilakoninya sedari bayi, dewata berkenan memberikan Ajian Candrabirawa kepadanya. Ajian ini adalah ajian yang diciptakan oleh Batara Guru dari seluruh kekuatan raksasa Alengka yang tewas saat dahulu barisan prajurit raksasa Alengka di bawah pimpinan Kumbakarna menyerang Kahyangan Batara Indra. Jika Sukrasana merapal Ajian Candrabirawa, akan muncul seribu raksasa kerdil putih yang jika diserang justru akan bertambah banyak dan kuat. Selain ajian ini, Sukrasana juga bisa berjalan dan terbang di langit.
Meskipun Sukrasana buruk rupa, hatinya suci dan luhur seperti halnya Kumbakarna yang tempo hari diulas oleh saudara Ki Riki Andi Saputro. Konon, darah Sukrasana berwarna putih seperti Puntadewa dan Begawan Bagaspati. Ketiga orang ini mempunyai sifat nrimo yang keterlaluan, bahkan jika nyawanya diminta sekalipun, pasti akan diberikan.
Hati manusia itu penuh dengan misteri, apa yang ada di dalam dada tidaklah pasti serupa dengan yang nampak, tidak selalu segaris dengan wajah dan perilaku yang terlihat. Jika melihat sekelompok pemuda sedang berkelahi di tepi jalan, pasti kebanyakan dari kita akan segera mendakwa mereka sebagai villain atau delinquent. Padahal siapa tahu, dalam setiap pukulan atau tendangan yang mereka layangkan semua bersih dari segala dendam, hanya untuk menyalurkan energi yang telah lama menganggur karena pemerintah terlampau bodoh untuk menyamai salah satu slogan Soeharto yang terkenal: "Memasyarakatkan Olahraga dan Mengolahragakan Masyarakat". Demikianlah Sukrasana, buruk rupa penuh cela, tetapi berhati mulia.
bersambung...
Bintaro
29 September 2011 03:00 s.d. 2 Oktober 2011 05:13